Sebelum membahas mengenai
apa itu penggelapan pajak, terlebih dahulu kita harus memahami apa itu
sebenarnya pajak. Berdasarkan UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007
Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwapengertian Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak
satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar
pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga
tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah
ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah
perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan
pembayar diperlukan dalam hal ini.
Mengingat pajak adalah beban (yang akan mengurangi laba bersih
perusahaan) maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat
membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun
demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar
tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Jadi, penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana
karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk
memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfull), dan penggelapan
pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap
system pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi. Begitupun penggelapan
pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi
pidana badan dan denda.
Di Indonesia, sektor pajak merupakan sumber utama pendanaan
Negara, baik untuk tujuan pembangunan, pertahanan maupun pelaksanaan
administrasi pemerintahan. Mengingat begitu pentingnya fungsi dan peran pajak
tersebut bagi penyelenggaraan Negara, maka kejahatan di bidang perpajakan (tax
crime) harus dapat di cegah dan di berantas. Sejalan dengan itu, hasil
kejahatannya di sita oleh Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Peratiuran – Peraturan Penggelapan Pajak
Suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara
melanggar ketentuan perpajakan (illegal), misalnya :
• tidak melaporkan sebagian penjualan
• memperbesar biaya dengan cara fiktif
• memungut pajak tetapi tidak menyetor
• tidak melaporkan sebagian penjualan
• memperbesar biaya dengan cara fiktif
• memungut pajak tetapi tidak menyetor
Dalam Pasal 38 UU KUP menetapkan bahwa “pelanggaran pajak”
termasuk: (1) tidak menyampaikan SPT; dan (2) menyampaikan SPT dengan isi yang
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar. Sementara Pasal 39 UU KUP menyebutkan bahwa “kejahatan pajak” seperti:
1. Tidak
mendaftarkan diri untuk memperoleh SPT,
2. Menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP,
3. Tidak
menyampaikan SPT,
4. Menyampaikan
SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap,
5. Menolak
untuk dilakukan pemeriksaan,
6. Memberitahukan
pembukuan palsu atau dipalsukan atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya,
7. Tidak
menyelenggarakan pembukuan,
8. Tidak
menyimpan buku, catatan dan dokumen, dan
9. Tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Selain itu terdapat juga
tindak pidana percobaan (pogging) penyalahgunaan NPWP atau penyampaian SPT
untuk mendapatkan restitusi pajak, dan penerbitan atau pemanfaatan surat
setoran pajak atau dokumen yang tidak benar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Contoh Kasus dari Penggelapan Pajak dan Cara
Penyelesaiannya
PT
Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup
Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Terungkapnya dugaan
penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto
(Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta
pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagaigroup financial controller di PT AAG – yang
mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh
perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam
akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen
penting perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan,
ditemukanTerjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan
(PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga “bahwa dalam tahun
pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi.
Penyelesaian
Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT
Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun
terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah.
Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian
kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement).
Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan
terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat
kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara
itu penjahat kerah putih (white collar criminal)
yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang
karena kekuatan kapital nya.
Celah
Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan
perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana
penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk
meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan.
Sumber Reeferensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar